Beberapa Versi Asal-usul Nama Kabupaten Jember yang Masuk Akal dan yang Tidak
Di banding dua kabupaten tetangga yaitu Banyuwangi dan Lumajang, Jember merupakan kabupaten di wilayah tapal kuda Jawa Timur yang tidak memiliki asal-usul resmi
yang diakui oleh pemerintah kabupaten. Dasar penentuan hari lahir
Jember masih (saya sebut masih karena saya berharap suatu saat kelak
akan diubah) berdasar surat keputusan pemerintah Hindia Belanda.
Meskipun penentuan hari lahir Jember yang berdasar keputusan penjajah
ini sama sekali tidak saya setujui, namun untuk sementara tak apalah
dipakai.
Di dunia maya, sedikitnya ada empat
versi asal-usul nama kabupaten Jember. Dari keempat versi tersebut ada
yang masuk akal dan ada yang tidak masuk
akal. Versi yang pertama adalah nama Jember berasal dari nama putri baik
hati yang bernama Jembersari. Versi yang kedua menyatakan nama Jember
berasal dari perisitiwa seorang putri yang diperkosa, yang akhirnya
disebut putri yang jembrek (bahasa Jawa: kotor, ternoda). Kedua
versi ini sama sekali tidak masuk akal. Pendapat yang ketiga mengatakan
bahwa nama Jember berasal dari topografi wilayah Jember yang kotor
berawa sehingga disebut Jember. Versi yang terakhir mengatakan bahwa
nama Jember muncul karena adanya persinggungan antara bahasa Jawa Jembar yang dilafalkan oleh penutur madura menjadi Jembher yang lambat laun menjadi Jember.
Dari keempat versi asal-usul kabupaten
Jember di atas, yang tidak masuk akal adalah dua yang pertama. Yaitu
berasal dari nama putri Jembersari dan peristiwa diperkosanya seorang
putri sehingga disebut putri jembrek alias Jember. Kedua versi ini tidak
masuk di akal karena sangat kecil kemungkinan nama seorang putri
menggunakan kata yang buruk. Semua nama putri dan pangeran kerajaan
berasal dari kata yang baik. Versi yang mengatakan bahwa nama Jember
berasal dari peristiwa diperkosanya seorang putri kerajaan di sungai
Bedadung juga tidak masuk akal. Pertama, karena di wilayah Jember,
tepatnya di pesisir selatan sudah ada kerajaan yang disebut Kerajaan
Sadeng yang sempat berdiri merdeka namun kemudian ditaklukkan oleh Raja
Hayam Wuruk bersama Patih Gajah Mada. Versi diperkosanya putri Endang
Ratnawati anak Raja Brawijaya diceritakan bahwa Jember dulunya hutan
belantara sepenuhnya.
Versi yang cukup masuk akal adalah yang
mengatakan bahwa nama Jember berasal dari Jembrek yang berarti becek.
Diceritakan, dahulu kala wilayah Jember adalah hutan yang tanahnya
berawa. Bahkan dituliskan dalam sebuah blog bahwa ada wartawan pada
tahun 1920 yang mengatakan hanya butuh hujan sedikit untuk menjadikan
tanah di Jember berlumpur. Versi ini ada benarnya karena nama-nama desa
dan kampung di Jember banyak yang menggunakan rowo dan curah. Misalnya Rowotamtu di kecamatan Rambipuji, Rowotengu, Rowotengah (kecamatan Sumberbaru), Curah Nongko di kecamatan Tempurejo. Rowo merupakan padanan dari rawa, yaitu tanah yang berlumpur. Begitu juga dengan curah. Curah artinya sungai alam yang landai tapi tidak terlalu besar dan berfungsi sebagai pembuangan.
Versi yang terakhir yang paling masuk
akal mengenai asal-usul nama Jember adalah versi yang mengatakan bahwa
Jember berasal dari kata Jembar yang berarti luas atau lapang. Sebuta Jembar muncul karena wilayah Jember yang masih sangat luas dan tidak bertuan,
masih lebih banyak hutannya daripada perkampungannya, hal ini karena
tidak adanya pusat pemerintahan/kerajaan yang merdeka setelah Kerajaan
Sadeng ditaklukkan. Oleh sebab itu, wilayah Jember menjadi tujuan
migrasi. Para pendatang berasal dari dua wilayah yang berbeda, yaitu
daerah penutur bahasa Jawa (dari Jawa Timur bagian barat) dari utara
penutur bahasa Madura.
Yang terlebih dulu sampai dan mendiami
wilayah yang lapang adalah tersebut adalah penutur bahasa Jawa. Waktu
kedatangan penutur bahasa Jawa di wilayah Jember terbukti dengan nama
desa di wilayah ini hampir semuanya menggunakan bahasa Jawa. Jadi,
penyebutan nama Jembar sebelum menjadi jember merupakan hal yang masuk akal. Jembar dilafalkan jhembher
oleh lidah penutur bahasa Madura. Lambat laun, nama ini yang kemudian
dipakai sebagai nama resmi kabupaten Jember dengan pelafalan yang sudah
disesuaikan seperti sekarang. Sampai sekarang, penduduk Jember masih
terdiri dari penutur Jawa dan Madura serta penutur Jawa-Madura yang
mengakibatkan munculnya istilah yang terbentuk dari akulturasi
(integrasi) bahasa Jawa dan Madura yang disepakati oleh masyarakatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar